Setipis apa kesabaranmu

MENAKAR SABAR KETIKA ALLAH MENYAPA DENGAN COBAAN

Sobat GudangArab, Hidup memang menyisakan misteri, sebagai manusia biasa, kita tidak mengetahui apa yang akan terjadi dalam hidup ini meski sedetik kemudian. Kendati demikian, bukan berarti dalam ‘ketidaktahuan’ membuat kita pasrah berusaha. Allah Azza wa Jalla memiliki cara yang tak terhingga dan unik luar biasa dalam rangka mengangkat derajat manusia.

Berbagai kalangan menyoal sabar. Sabar sendiri, menurut kaum sufi terbagi atas tiga tingkatan yaitu mutashabbir fillah yang berarti seseorang yang belum sepenuhnya sabar. Kesedihan terus menimpanya saat Allah Azza wa Jalla memberikan cobaan. Kedua, shaabir fillah wa lillah, sabar tingkat dua ini dimiliki oleh sebagian orang yang sudah dapat bersabar, meski belum sepenuhnya dengan tetap mengeluh atas ketetapan-Nya. Ketiga, shabbar nah, sabar jenis ketiga inilah sabar yang terbaik di antara dua jenis tersebut di atas karena orang yang telah memiliki sifat ini, mereka mengurangi ‘keluhan’ dan sedih yang berlebihan, saat Allah Azza wa Jalla menyapanya dengan cobaan.

Ibn Qayyim Al-Jauzi menggolongkan sabar kedalam dua jenis, yaitu Shabru ‘ala Allah (Uluhiyyah) yakni bersabar karena mengingat Allah-lah yang Maha Menciptakan kita sepaket dengan cobaan-cobaan-Nya. Sabar yang kedua ialah Shabru Billah (Rubuubiyyah) yaitu bersabar dengan meyakini bahwa ada ‘didikan’ Allah Azza wa Jalla yang mengandung hikmah atas cobaan itu.

Siapapun yang menggolongkan dan apapun definisi dari makna ‘sabar’, sejatinya sabar hanya menyiratkan satu hal: menakar sabar itu dalam diri kita, mengoreksi diri, apakah selama ini kita telah benar-benar bersabar atas ujian-Nya? Ataukah sabar kita hanya sampai di mulut dan belum turun ke hati? Atau bahkan kita lebih sering berprasangka atas ujian-Nya, kendati sebenarnya kita tahu ada ‘hikmah’ dalam setiap kejadian yang tidak diperkenankan.

Menakar sabar berarti menghadirkan seluruh hati, pikiran, jiwa dan raga untuk lebih meyakini, bahwa Allah Azza wa Jalla tidak mungkin menghendaki sesuatu yang buruk bagi setiap hamba-Nya. Dia selalu memberikan apa yang kita butuhkan di saat yang tepat dengan cara dan waktu yang telah ditetapkan-Nya.

Sesungguhnya kesabaran seorang hamba diperlukan untuk memerangi sifat takabur ketika sedang mampu dan menghilangkan kegelisahan dan putus asa ketika sedang berkekurangan. Allah Azza wa Jalla berfirman,

وَالَّذِينَ صَبَرُوا ابْتِغَاءَ وَجْهِ رَبِّهِمْ وَأَقَامُوا الصَّلَاةَ وَأَنْفَقُوا مِمَّا رَزَقْنَاهُمْ سِرًّا وَعَلَانِيَةً وَيَدْرَءُونَ بِالْحَسَنَةِ السَّيِّئَةَ أُولَٰئِكَ لَهُمْ عُقْبَى الدَّارِ

“Dan orang yang sabar karena mengharap keridhaan Tuhannya, melaksanakan shalat, dan menginfakkan sebagian rezeki yang Kami berikan kepada mereka, secara sembunyi atau terang-terangan serta menolak kejahatan dengan kebaikan; orang itulah yang mendapat tempat kesudahan yang baik.”(QS. Ar-Ra’d: 22)

Dalam ayat ini Allah Azza wa Jalla mengumpulkan empat hal, yaitu sabar, melaksanakan shalat, menginfakkan apa yang telah diberi oleh Allah Azza wa Jalla baik dalam bentuk sembunyi-sembunyi atau terang-terangan dan apabila melakukan kesalahan cepat-cepat ia melakukan kebaikan.

Dalam ayat ini terselip satu pelajaran indah bahwa setelah menyebutkan tentang kesabaran dalam shalat, Allah Azza wa Jalla menggandengkannya dengan berinfak. Seakan menjadi pesan penting bahwa tidak ada artinya membangun hubungan dengan Allah Azza wa Jalla apabila tidak dibarengi dengan kepedulian dengan hubungan antar sesama makhluk-Nya.

Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pernah berpesan dalam sebuah kesempatan bahwa:

Kesabaran itu terbagi menjadi tiga. Sabar dalam menghadapi musibah, sabar dalam menjalankan ketaatan, sabar dalam meninggalkan kemaksiatan.

Karena itu, apabila semua kesabaran ini telah digabungkan akan mendapat kesudahan yang baik.

Sabar ketika susah, sabar ketika senang, sabar ketika jaya, sabar ketika terkena musibah, sabar dalam menjalankan ibadah dan beristiqamah dalam kebaikan maka Allah Azza wa Jalla menjanjikan kabar gembira kepada mereka dengan nasib yang baik di dunia dan akhirat,

أُولَٰئِكَ لَهُمْ عُقْبَى الدَّار

“Merekalah yang mendapat tempat kesudahan yang baik.”

Maka tanamkan kesabaran dalam diri kita di semua aspek kehidupan, bukan hanya di saat tertimpa kesusahan saja.

Semoga Allah Azza wa Jalla mengaruniakan hidayah-Nya kepada kita, sehingga kita tetap istiqamah senantiasa bersabar untuk meraih ridha-Nya mendapatkan kesudahan yang baik, di dunia dan diakhirat.

Next Post Previous Post